Sabtu, 08 Oktober 2011

makalah undang-undang hewan yang di lindungi

BAB I
PENDAHULUAN
Sumber daya alam hewani dan ekosistemnya merupakan salah satu bagian yang terpenting dari sumber daya alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Sehubungan dengan sifat sumber daya alam dimaksud tidak bisa diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hewani khususnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari setiap generasi. Indonesia yang telah di anugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan. Modal dasar Sumber Daya Alam tersebut harus dilindungi, di pelihara, di lestarikan dan di manfaatkan secara optimal bagi masyarakat Indonesia.
Indonesia memiliki Biodiversity yang tinggi, terutama dari Sumber Daya Alam hewani yang mempunyai manfaat sebagai salah satu unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti, diantaranya; beberapa jenis Mamalia, jenis Aves, (burung), jenis Reptil, dan jenis Primata.
Taman margasatwa atau kebun binatang adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan dan dipertunjukkan kepada publik. Selain tempat rekreasi, kebun binatan atau taman marga satwa berfungsi sebagai pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang dipelihara sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa yang hidup di air dipelihara di akuarium, (Wikipedia, 2010).
Mengingat Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum maka untuk terwujudnya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi perlu dilakukan penegakan hukum secara tegas dengan membentuk team terpadu yang terdiri dari instansi terkait. Tujuan atas penegakkan hukum adalah untuk memberikan perlindungan terhadap satwa-satwa yang dilindungi (satwa langka) dari rongrongan para pelaku kejahatan yang tidak bertanggung jawab atas ancaman kepunahan satwa-satwa langka di Indonesia, sehingga dapat terpelihara dan berkembang biak/lestari sebagai salah satu unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti, serta dalam jangka panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.
BAB II
ISI
A. Perundang – undangan dan Peraturan Pemerintah

1. UNDANG – UNDANG TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2009

BAB VI
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

Bagian Kedua
Kesejahteraan Hewan

Pasal 66

(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
a. Penangkapan daan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang konservasi;
b. Penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik – baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
c. Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik – baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiyaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
d. Pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik – baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiyaan;
e. Penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik – baaiknya sehingga hewan bebas dari penganiyaan dan penyalahgunaan;
f. Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik – baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
g. Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan penyalahgunaan.
(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 67

Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama
rakyat.

2. PERATURAN PEMERINTAH NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
BAB V
PERDAGANGAN

Pasal 18

(1) Tumbuhan dan satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
(2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan perdagangan diperoleh dari:
a. hasil penangkaran;
b. pengambilan atau penangkapan dari alam.

Pasal 19
(1) Perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia setelah mendapat rekomendasi Menteri.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perdagangan dalam skala terbatas dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Areal Buru dan di sekitar Taman Buru sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan tentang perburuan satwa buru.

Pasal 20
(1) Badan usaha yang melakukan perdagangan jenis tumbuhan dan satwa
liar wajib:
a. memiliki tempat dan fasilitas penampungan tumbuhan dan satwa liar yang memenuhi syarat-syarat teknis;
b. menyusun rencana kerja tahunan usaha perdagangan tumbuhan dan satwa;
c. menyampaikan laporan tiap-tiap pelaksanaan perdagangan tumbuhan dan satwa.
(2) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 21
Badan usaha yang melakukan perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib membayar pungutan yang ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Perdagangan tumbuhan dan satwa liar diatur berdasarkan lingkup
perdagangan:
a. dalam negeri;
b. ekspor, re-ekspor, atau impor.
(2) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Pasal 23
Ketentuan mengenai perdagangan tumbuhan dan satwa liar dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 24
(1) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan ekspor,
re-ekspor, atau impor dilakukan atas dasar izin Menteri.
(2) Dokumen perdagangan untuk tujuan ekspor, re-ekspor, dan impor,
sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. memiliki dokumen pengiriman atau pengangkutan;
b. izin ekspor, re-ekspor, atau impor;
c. rekomendasi otoritas keilmuan (Scientific Authority).
(3) Ketentuan lebih kanjut tentang dokumen perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 25
(1) Tumbuhan dan satwa liar yang dieskpor, re-ekspor, atau impor wajib
dilakukan tindak karantina.
(2) Dalam melakukan tindak karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), petugas karantina wajib memeriksa kesehatan jenis tumbuhan dan satwa liar serta kelengkapan dan kesesuaian spesimen dengan dokumen.

Pasal 26
Ekspor, re-ekspor, atau impor jenis tumbuhan dan satwa liar tanpa dokumen
atau memalsukan dokumen atau menyimpang dari syarat-syarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) termasuk dalam pengertian penyelundupan.

BAB VII
PERTUKARAN

Pasal 31
Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan populasi, memperkaya keanekaragaman jenis, penelitian dan ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis yang bersangkutan.

Pasal 32
(1) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat
dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang sudah dipelihara oleh Lembaga Konservasi.
(2) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh dan antar Lembaga Konservasi dan pemerintah.
Pasal 33
(1) Pertukaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 hanya dapat dilakukan antara satwa dengan satwa, atau tumbuhan dengan tumbuhan.
(2) Pertukaran dilakukan atas dasar keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar yang bersangkutan.
(3) Penilaian atas keseimbangan nilai konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh sebuah tim penilai yang pembentukan dan tata kerjanya ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Pasal 34
Tumbuhan liar jenis Raflesia dan satwa liar jenis:
a. Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi);
b. Babi rusa (Babyrousa babyrussa);
c. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus);
d. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis);
e. Biawak Komodo (Varanus komodoensis);
f. Cendrawasih (Seluruh jenis dari famili Paradiseidae);
g. Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus bartelsi);
h. Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae);
i. Lutung Mentawai (Presbytis potenziani);
j. Orangutan (Pongo pygmaeus);
k. Owa Jawa (Hylobates moloch)
hanya dapat dipertukarkan atas persetujuan Presiden

BAB IX
PEMELIHARAAN UNTUK KESENANGAN

Pasal 37
(1) Setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan kesenangan.
(2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi.
Pasal 38
Menteri menetapkan batas maksimum jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat dipelihara untuk kesenangan.

Pasal 39
(1) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diperoleh dari hasil penangkaran, perdagangan yang sah, atau dari habitat alam.
(2) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 40
(1) Pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kesenangan, wajib:
a. memelihara kesehatan, kenyamanan, dan keamanan jenis tumbuhan atau satwa liar peliharaannya;
b. menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar.
(2) Ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 41
(1) Pemerintah setiap 5 (lima) tahun mengevaluasi kecakapan atau kemampuan seseorang atau lembaga atas kegiatannya melakukan pemeliharaan satwa liar untuk kesenangan.
(2) Untuk keperluan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemelihara satwa liar wajib menyampaikan laporan berkala pemeliharaan satwa sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.





BAB X
PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Pasal 42
(1) Pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau penangkutan.
(2) Dokumen dinyatakan sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. standar teknis pengangkutan;
b. izin pengiriman;
c. izin penangkaran bagi satwa hasil penangkaran;
d. sertifikat kesehatan satwa dari pejabat yang berwenang.
(3) Izin pengiriman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b wajib memuat keterangan tentang:
a. jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa;
b. pelabuhan pemberangkatan dan pelabuhan tujuan;
c. identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa;
d. peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa

BAB XII
S A N K S I

Pasal 50
(1) Barang siapa tanpa izin menggunakan tumbuhan dan atau satwa liar yang dilindungi untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap tumbuhan liar dan satwa liar untuk waktu
paling lama 5 tahun.
(3) Barang siapa mengambil tumbuhan liar dan atau satwa liar dari habitat alam tanpa izin atau dengan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), Pasal 29 dan Pasal 39 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 51
Barangsiapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyakbanyaknya Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap tumbuhan dan satwa liar untuk waktu paling lama 4 tahun.

Pasal 52
(1) Barangsiapa melakukan penangkaran tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan atau pencabutan izin penangkaran.
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pasal 53
(1) Penangkar yang melakukan perdagangan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.

Pasal 54
(1) Barangsiapa melakukan perdagangan tumbuhan atau satwa sebelum memenuhi kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atau Pasal 11 ayat (1) atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.

Pasal 55
Penangkar yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15 ayat (2), dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.

Pasal 56
(1) Barangsiapa melakukan perdagangan satwa liar yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.

Pasal 57
Barangsiapa melakukan perdagangan tumbuhan liar dan atau satwa liar selain oleh Badan Usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.


Pasal 58
(1) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dengan serta merta dapat dikenakan denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dengan serta merta dapat dihuku pembekuan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
(4) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) sewaktu-waktu atas pertimbangan Menteri, dapat dikenakan
pencabutan izin usaha.
Pasal 59
(1) Eskpor, re-ekspor, atau impor tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau tanpa dokumen, atau memalsukan dokumen, atau menyimpang dari syaratsyarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha perdagangan yang bersangkutan.

Pasal 60
(1) Barangsiapa melakukan peragaan satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dihukum karena melakukan percobaan perbuatan perusakan lingkungan hidup.
(2) Apabila perbuatan tersebut dalam ayat (1) dilakukan terhadap satwa
liar yang dilindungi, dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pasal 61
(1) Barangsiapa melakukan pertukaran tumbuhan dan satwa yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dihukum karena melakuka perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta
dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.

Pasal 62
Pemeliharaan tumbuhan liar dan atau satwa liar untuk kesenangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan atau perampasan atas satwa yang dipelihara.


Pasal 63
(1) Barangsiapa melakukan pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa dokumen pengiriman atau pengangkutan atau menyimpang dari syarat-syarat atau tidak memenuhi kewajiban, atau memalsukan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dihukum karena turut serta melakukan
penyelundupan dan atau pencurian dan atau percobaan melakukan perusakan lingkungan hidup.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.

Pasal 64
(1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut dirampas untuk negara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut diperlakukan sama dengan yang dilindungi, dirampas untuk negara.

3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

BAB III
PENETAPAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

Pasal 4
(1) Jenis tumbuhan dan satwa ditetapkan atas dasar golongan:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3) Perubahan dari jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dansebaliknya ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan OtoritasKeilmuan (Scientific Authority).

Pasal 5
(1) Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabilatelah memenuhi kriteria:
a. mempunyai populasi yang kecil;
b. adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam;
c. daerah penyebaran yang terbatas (endemik).
(2) Terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalamayat (1) wajib dilakukan upaya pengawetan.

Pasal 6
Suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungiapabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga jenis yangbersangkutan tidak lagi termasuk kategori jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (1)

BAB VI
PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN TUMBUHAN DAN SATWA YANG
DILINDUNGI

Pasal 25
(1) Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa dari jenis yang dilindungi dari dan kesuatu tempat di wilayah Republik Indonesia atau dari dan keluar wilayah Republik Indonesia dilakukan atas dasar ijin Menteri.
(2) Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)harus:
a. dilengkapi dengan sertifikat kesehatan tumbuhan dan satwa dari instansi yang
berwenang;
b. dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.





4. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 1998

Bagian Kedua
Pengelolaan
Paragraf Dua
Pengawetan

Pasal 15
Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka MArgasatwa dikelola dengan melakukan upaya
pengawetan keanekragaman jenis tumbuhan dan atau jenis satwa beserta ekosistemnya.
Pasal 16
Upaya pengawetan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
a. perlindungan dan pengamanan kawasan;
b. inventarisasi potensi kawasan;
c. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengawetan.

Pasal 17
(1) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, pada Kawasan Suaka Margasatwa juga dilakukan kegiatan dalam rangka pembinaan habitat dan populasi satwa.
(2) Pembinaan habitat dan populasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa:
a. pembinaan padang rumput untuk makanan satwa;
b. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dab mandi satwa;
c. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber
makanan satwa;
d. penjarangan populasi satwa;
e. penambahan tumbuhan atau satwa asli; dan atau
f. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut tentang kegiatan pengawetan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 19
(1) Upaya pengawetan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dilaksanakan dengan ketentuan dilrang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa.
(2) Termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan, adalah:
a. melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan;
b. memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan;
c. memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan;
d. menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan;
e. mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.
(3) Suatu kegiatan dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melaksanakan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), apabila melakukan perbuatan:
a. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan; atau
b. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang,
membelah,merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam
kawasan.
(4) Kegiatan dalam rangka pembinaan habitat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tidak termasuk dalam pengertian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3).

5. UNDANG – UNDANG NO. 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMVER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB V
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

Pasal 20
(1) Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan dalam:
a. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
b. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang untuk :
a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Pasal 22
(1) Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
(2) Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.
(3) Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, tumbuhan dan satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk negara dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.
Pasal 25
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 40
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.

B. SIARAN PERS : NO. 1771/II/Hms-2/2000

S I A R A N P E R S
No. 1771 /II/Hms-2/2000
Kepemilikan Satwa Secara Illegal Merupakan Ancaman Terhadap Populasi Satwa Liar Dilindungi
Menurunnya populasi satwa liar termasuk didalamnya satwa liar dilindungi adalah akibat laju kerusakan hutan tropis, ditambah tekanan dari para penangkap, perdagangan satwa illegal, serta pemilikan satwa oleh perorangan secara illegal. Hal ini merupakan bentuk ancaman terhadap satwa pada umumnya. Demikian penilaian Menteri Kehutanan dan Perkebunan Dr. Ir. Nur Mahmudi Ismail, MSc, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA), Ir. Harsono di depan peserta Lokakarya Penanganan Satwa Liar Peliharaan Yang Dilindungi (PSL), di Bogor (20/7).
Lebih lanjut dikatakan bahwa sesungguhnya Indonesia telah memiliki berbagai perangkat pengaturan pengelolaan satwa liar terhitung sejak 1931 hingga tahun 1990. Namun dalam proses pelaksanaannya belum diterapkan secara baik. Hal ini ditandai masih lemahnya penegakan hukum terhadap penertiban pemanfaatan /peredaran satwa liar, khususnya satwa liar dilindungi.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan biodiversitas yang ketiga terbesar didunia (mega biodiversity), memiliki potensi besar untuk memperoleh manfaat dari flora dan fauna, yang pada dasarnya dapat dipergunakan sebagai sumber protein, hiasan/opsetan, penutup badan/bahan pakaian, serta sebagai tujuan wisata. Manfaat lain yang sulit untuk dihitung adalah sebagai pemelihara dan penyangga kehidupan.
Namun demikian, lanjut Menhutbun, Indonesia tidak boleh berbangga hati terus-menerus dengan kekayaan biodiversity tadi, karena sejak beberapa tahun belakangan ini laju kerusakan hutan tropis kita cukup tinggi. Sampai tahun 1998 misalnya, luas hutan produksi berkurang dari 64 juta ha menjadi 58,6 juta ha. Di dalam hutan produksi tersebut telah rusak sekitar 16,57 juta ha, sementara hutan konversi yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan budidaya pertanian dan perkebunan berkurang luasnya dari dari 30 juta ha menjadi 8,4 juta ha.
Dalam sambutan tertulis tersebut, Menhutbun menghimbau untuk menyatukan persepsi terlebih dahulu, yakni atas kondisi yang ada bahwa penanganan SPL terhitung sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 jo SK Menhut No. 479/Kpts-VI/1992 hingga sekarang ini, masih belum optimal. Termasuk didalamnya adalah, masih lemahnya tindakan hukum terhadap pemilikan maupun pemeliharaan ilegal, belum tersedianya sarana transit satwa maupun pusat rehabilitasi satwa, serta masih maraknya pemeliharaan SPL ilegal.
Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan kepada kita, bahwa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka dalam konteks ini, pengelolaan dan pemanfaatan satwa liar dituntut untuk memanfaatkan serta melestarikannya secara berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.
Lebih jauh lagi kondisi kawasan konservasi Indonesia dewasa ini sebagian besar mengalami perambahan seperti penebangan liar, pencurian hasil hutan, dan kebakaran hutan. Informasi kerusakan hutan tropis kita, secara rutin telah menjadi berita di media masa internasional maupun nasional.
Satwa peliharaan yang dilindungi (SPL) merupakan bagian dari satwa dilindungi, dewasa ini semakin marak dimiliki perorangan secara illegal, atau dengan kata lain prosedur pemeliharaannya sering tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Dalam rangka pengelolaan SPL, pemerintah telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Menerbitkan peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; Peraturan Pemerintah No. 7 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; dan Surat Keputusan Menhut No. 301/Kpts-II/1991 tentang Inventarisasi Satwa Liar Dilindungi Yang Dimiliki Perorangan dan Bagian-Bagiannya;
2. Melakukan operasi penertiban pemilikan /pemeliharaan SPL.
3. Menyelenggarakan proses yustisi terhadap pemilikan/pemeliharaan SPL illegal;
4. Mendorong mitra kerja seperti lembaga konservasi, untuk berperan aktif dalam penyediaan sarana transit satwa, maupun pembangunan Pusat Rehabilitasi Satwa.
Dalam pelaksanaan upaya penertiban pemilikan /pemeliharaan SPL masih terdapat beberapa kendala yaitu:
1. Berdasarkan pemantauan di lapangan, pemilikan satwa yang dilindungi oleh perorangan cenderung meningkat, karena pemilikan SPL tersebut dinilai bermakna prestige, ditambah lagi nilai jasa yang diberikan SPL kepada para pemeliharanya sangat bervariasi seperti kemerduan, keindahan, keunikan dan jasa wisata.
2. Terdapat SPL yang dijadikan salah satu komoditas komersil, karena didorong oleh banyaknya peminat untuk memiliki SPL. Kondisi ini mendorong adanya kelompok pemburu ilegal yang berburu satwa di habitatnya.
3. Terdapat pemahaman yang berbeda dimana belum semua orang menyadari bahwa untuk memperoleh SPL diperlukan prosedur sebagaimana telah diatur berdasarkan SK. Menhut No. 301/Kpts-II/1991 jo. SK. Menhut No. 479/Kpts-VI/1992. Ketentuan ini mengatur penitipan pemeliharaan SPL tetapi bukan penyerahan pemilikan.
4. Kegiatan penertiban SPL memerlukan dana serta sarana prasarana yang besar, namun faktor ini belum tersedia mengingat keterbatasan anggaran pada pemerintah.
Disamping kendala tersebut, saya melihat adanya peluang yang cukup besar, yaitu tingginya potensi jasa pemeliharaan yang dapat digali dan dikembangkan, untuk dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan penertiban dan pembinaan habitat. Pendekatan ini juga sangat sesuai dengan keinginan kita, untuk merubah pengelolaan yang hanya berorientasi pada timber management, menjadi forest resources management terutama pengelolaan tumbuhan dan satwa liar.
Jakarta, 20 Juli 2000
Plt. Kepala Biro Humas,
ttd.
Dr. Hadi S. Pasaribu
NIP. 080044005

C. Pembahasan Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah
1. Undang – Undang Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009
Pasal 66

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “manusiawi” adalah tindakan yang merujuk pada etika dan nilai kemanusiaan, seperti tidak melakukan penyiksaan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk memeroleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi. Yang dimaksud dengan “penyalahgunaan” adalah tindakan untuk memeroleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut, misalnya pencabutan kuku kucing.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan sanksi kepada setiap orang yang melakukan tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan hewan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hewan yang tidak bertulang belakang yang bisa merasakan sakit”, antara lain, adalah kepiting. Pada dasarnya hewan yang merasakan sakit adalah hewan yang memiliki susunan saraf pusat dan perifer, yaitu semua hewan bertulang belakang. Namun, kalangan masyarakat dunia yang peduli terhadap kesejahteraan hewan memasukkan hewan yang tidak memiliki tulang belakang, tetapi mempunyai rasa sakit sebagai hewan yang perlu diperhatikan kesejahteraannya.
Ayat (4)
Termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain, adalah pengembangan Komite Kesejahteraan Hewan Nasional untuk membina komisi kesejahteraan hewan laboratorium di berbagai instansi dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan.
Pasal 67
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama masyarakat agar disadari bahwa masalah kesejahteraan hewan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, pelaksanaan kesejahteraan hewan diutamakan pada upaya peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan hewan, masyarakat dapat membentuk kelembagaan yang relevan. Contohnya, penggunaan hewan laboratorium untuk pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan.

2. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1990 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Badan Usaha dalam Peraturan Pemerintah ini termasuk juga Koperasi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perdagangan dalam skala terbatas adalah kegiatan mengumpulkan dan menjual hasil perburuan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Areal Buru dan Taman Buru sebagaimana di
maksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994tentang Perburuan Satwa Buru
Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33
Cukup Jelas

Pasal 34
Tumbuhan Liar Raflesia yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputiseluruh jenis dari Genus Raflesia

Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42
Cukup Jelas

Pasal 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63,64

Cukup Jelas
3. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Peraturan yang telah disahkan mengatur tentang semua hal yang berkaitan dengan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Hal ini bertujuan untuk mengatur segala kegiatan yang bersangkutan dengan pengawetan jenis satwa maupun tumbahan. Banyak hak yang dibahas diantaranya adalah mengenai penetapan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, karena masih banyak orang yang tidak bisa membedakan kriteria satwa yang tidak dilindungi dengan satwa yang dilindungi, begitu pula dengan jenis tumbuhan yang dilindungi seperti tumbuhan jenis Raflesia dan eceng gondok.
Selain membahas mengenai penetapan jenis tumbuhan dan satwa, Peraturan Pemerintah n0.7 tahun 1999 membahas hal mengenai pengiriman atau pengakutan tumbuhan dan jenis satwa yang dilindungi. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya oknum yang bergerak di perdagangan ilegal, baik ekspor maupun impor. Pengiriman satwa dan tumbuhan yang dilindungi harus melewati prosedur yang telah disahkan, harus memiliki surat – surat izin yang telah di anjurkan pemerintah untuk memudahkan transaksi pengiriman. Terlebih lagi untuk mendata satwa dan tumbuhan apa saja yang dikirim,karena hal ini berpengaruh kedalampenyebaran populasi jenis satwa dan tumbuhan di suatu daerah.
4. Peraturan Pemerintah no. 68 Tahun 1998
Peraturan pemerintah no. 68 Tahun 1998 membahas beberapa hal, diantaranya adalah tentang kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa, bagaimana cara pengelolaan mengenai pengawetan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa.
Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa dikelola untuk melakukan upaya pengawatan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Kegiatan yang dilakukan berupa perlidungan dan pengamanan kawasan, inventarisasi potensi kawasan, penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengawetan. Selain kegitan tersebut, Suaka Margasatwa juga melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan habitat dan populasi satwa.
Upaya pengawetan yang dilakukan oleh Suaka Cagar Alam dan Suaka Margasatwa dilaksanakan dengan ketentuan yang telah di atur di dalam Undang – Undang maupun Peraturan Pemerintah, antara lain dilarang berburu satwa yang berada di kawasan, memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan.

5. Undang – Undang no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Peraturan-peraturan tersebut diatas mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh negara, baik yang dimiliki dimasyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat. Perilaku manusia yang dapat mengancam kepunahan dari satwa langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya dihabitat asalnya.
Kepunahan satwa langka ini dapat dicegah dengan ditetapkan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Pencegahan ini bertujuan agar satwa-satwa langka yang hampir punah, hanya menjadi cerita bagi anak cucu kita nantinya karena keserakahan manusia dalam mengambil keuntungan dari yang diperolehnya. Kepunahan satwa langka ini bisa tidak terjadi apabila kita semua menjaga kelestarian alam, yang mana didalam terdapat populasi satwa serta ekosistem yang berada didalamnya, serta mencegah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam atau perbuatan manusia sendiri. Satwa langka yang mengalami kepunahan sebaiknya tidak boleh dimiliki, ditangkap, diburu serta diperjualbelikan, hal ini untuk menjaga kelestarian satwa tersebut dari kepunahan yang disebabkan oleh manusia atau alam disekitarnya.
Terdapat banyak jenis hewan yang dilindungi di Indonesia,diantaranya adalah:
1. Alap-Alap



Burung ini termasuk carnivora atau pemakan daging. Salah satu jenis dari alap-alap ini yang populer adalah alap-alap capung. Dia dikenal karena tubuhnya yang kecil. Burung alap-alap capung berparuh kecil, berdarah panas, dan seperti burung pada umumnya, dia membiak dengan cara bertelur.
Dikenal sebagai burung karnivora terkecil di dunia, alap-alap capung dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara dengan ukuran rata-rata sepanjang 15 cm dengan berat badan 35 gram.






2.Anoa


Anoa (Bubalus spp). Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa merupakan satwa terbesar daratan Sulawesi. Terdapat dua jenis Anoa di Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi (Anoa dataran tinggi). Makanan Anoa berupa buah-buahan, tuna daun, rumput, pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok. Seperti umumnya sapi liar, Anoa dikenal agresif dan perilakuknya sulit diramalkan. Karena hanya makan tunas pohon dan buah-buahan yang tidak banyak mengandung natrium, maka Anoa harus melengkapi makanannya dengan mencari natrium ditempat bergaram. Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Di cagar alam Tangkoko Dua Saudara Bitung Sulawesi Utar, jumlah Anoa menurun 90% selama 15 tahun dan jenis ini sudah mengalami
Kepunahan setempat.

3. Bangau hitam



Masuk dalam suku ciconiidae, bangau tongtong berhabitat asli di Asia, khususnya wilayah India, Indo Cina dan Indonesia kecuali Irian dan Maluku. Mereka menyebar ke Afrika, Myanmar, Hong Kong dan Filipina. Burung berkaki kuat ini senang hidup di daerah rawa, sungai, hutan bakau, sawah, dan hutan terbuka. Kadang juga di daerah tanah kering dan berlumpur.
Tubuhnya berwarna hitam, kecuali leher dan perut bagian bawah berwarna putih. Panjang tubuh bisa mencapai 91 sentimeter. Di malam hari, bangau tongtong bertengger di pohon.
Spesies ini merupakan satu-satunya bangau yang tidak melebarkan kaki dan sayap pada saat terbang. Mereka termasuk hewan yang mempunyai banyak variasi gaya hidup. Bangau tongtong bisa hidup menyendiri, berpasangan atau kadang berkelompok. Burung yang di daerah Jawa populer dengan nama sandanglawe ini sudah makin sulit ditemui. Mereka termasuk satwa yang dilindungi undang-undang karena mulai terancam punah

4.burung merak



Merak Biru atau Merak India, yang dalam nama ilmiahnya Pavo cristatus adalah salah satu burung dari tiga spesies burung merak. Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 230cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti betina.
Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 230cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti Merak betina.


6. elang jawa



Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) adalah burung nasional Indonesia karena kemiripannya dengan Garuda dan juga merupakan simbol jenis satwa langka di Indonesia. Elang Jawa hanya terdapat di Pulau Jawa dan penyebarannya terbatas di hutan-hutan. Sebagai predator puncak, Elang Jawa memainkan peran yang penting dalam menjaga keseimbangan dan fungsi dari bioma hutan di Jawa. Elang Jawa merupakan salah satu jenis burung pemangsa terlangka di dunia. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau "Genting" .

6. kuskus



Kuskus Beruang atau Kuse (Ailurops ursinus) adalah salah satu dari dua jenis kuskus endemik di Sulawesi. Binatang ini termasuk dalam golongan binatang berkantung (marsupialia), dimana betinanya membawa bayi di dalam kantong yang terdapat di bagian perut. Panjang badan dan kepala kuse adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg. Kuse memiliki ekor yang prehensil, yaitu ekor yang dapat memegang dan biasa digunakan untuk membantu berpegangan pada waktu memanjat pohon yang tinggi.Nasib Kuse di Sulawesi Utara berada dalam bahaya karena populasinya sudah terlampau kecil.Antara tahun 1980 dan 1995 di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan sebesar 50%, yakni dari 3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km2. Selama survei WCS di hutan-hutan lindung Sulawesi Utara tahun 1999, binatang ini hanya terlihat tujuh kali di sepanjang 491 km jalur transek. Ini menunjukkan kepadatan populasi yang sangat rendah.

7. burung gosong



Gosong Maluku yang dalam nama ilmiahnya Eulipoa wallacei adalah sejenis burung gosong berukuran kecil, dengan panjang sekitar 31cm, dan merupakan satu-satunya spesies di dalam genus tunggal Eulipoa.
Burung Gosong Maluku memiliki bulu berwarna coklat zaitun, kulit sekitar muka berwarna merah muda, iris mata coklat, tungkai kaki gelap, paruh kuning keabu-abuan, bulu sisi bawah abu-abu biru gelap dan tungging berwarna putih. Di punggungnya terdapat motif berbentuk palang dan penutup sayap yang berwarna merah gelap berujung abu-abu.






7. kijang



Kijang atau muncak adalah kerabat rusa yang tergabung dalam genus Muntiacus. Kijang berasal dari Dunia Lama dan dianggap sebagai jenis rusa tertua, telah ada sejak 15-35 juta tahun yang lalu, dengan sisa-sisa dari masa Miosen ditemukan di Prancis dan Jerman.Jantannya memiliki tanduk pendek yang dapat tumbuh bila patah.Hewan ini sekarang menarik perhatian penelitian evolusi molekular karena memiliki variasi jumlah kromosom yang dramatis dan ditemukannya beberapa jenis baru.








BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan tentang Perundang-undangan hewan yang dilindungi di atas dapat di simpulkan bahwa:
1. Kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
2. “Penganiayaan” adalah tindakan untuk memeroleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas
3. Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis: tumbuhan dan satwa yang dilindungi ;tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
4. Berikut ini adalah daftar nama hewan yang dilindungi oleh hukum di Indonesia. Dilarang memelihara binatang tersebut tanpa persetujuan pihak yang berwenang. Pada umumnya habitat dari hewan yang dilindungi adalah cagar alam, di mana daerah cagar alam tersebut tidak boleh terusik dan terisolasi dari campur tangan kepentingan manusia:
No. Nama Ilmiah Nama Indonesia
SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1 Anoa depressicornis Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
2 Anoa quarlesi Anoa pegunungan
3 Arctictis binturong Binturung
4 Arctonyx collaris Pulusan
5 Babyrousa babyrussa Babirusa
6 Balaenoptera musculus Paus biru
7 Balaenoptera physalus Paus bersirip
8 Bos sondaicus Banteng
9 Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera
10 Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean
11 Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)
12 Cetacea Paus (semua jenis dari famili Cetacea)

13 Cuon alpinus Ajag
14 Cynocephalus variegatus Kubung, Tando, Walangkekes
15 Cynogale bennetti Musang air
16 Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi
17 Dendrolagus spp. Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)
18 Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera
19 Dolphinidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)
20 Dugong dugon Duyung
21 Elephas indicus Gajah
22 Felis badia Kucing merah
23 Felis bengalensis Kucing hutan, Meong congkok
24 Felis marmorota Kuwuk
25 Felis planiceps Kucing dampak
26 Felis temmincki Kucing emas
27 Felis viverrinus Kucing bakau
28 Helarctos malayanus Beruang madu
29 Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30 Hystrix brachyura Landak
31 Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah
32 Lariscus hosei Bajing tanah bergaris
33 Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah
34 Lutra lutra Lutra
35 Lutra sumatrana Lutra Sumatera
36 Macaca brunnescens Monyet Sulawesi
37 Macaca maura Monyet Sulawesi
38 Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai
39 Macaca tonkeana Monyet jambul
40 Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi
41 Manis javanica Trenggiling, Peusing
42 Megaptera novaeangliae Paus bongkok
43 Muntiacus muntjak Kidang, Muncak
44 Mydaus javanensis Sigung
45 Nasalis larvatus Kahau, Bekantan
46 Neofelis nebulusa Harimau dahan
47 Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera
48 Nycticebus coucang Malu-malu
49 Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut
50 Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul
51 Panthera tigris sondaica Harimau Jawa
52 Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera
53 Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang
54 Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas
56 Presbitys frontata Lutung dahi putih
57 Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi
58 Presbitys aygula Surili
59 Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai
60 Presbitys thomasi Rungka
61 Prionodon linsang Musang congkok
62 Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut
63 Ratufa bicolor Jelarang
64 Rhinoceros sondaicus Badak Jawa
65 Simias concolor Simpei Mentawai
66 Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk
67 Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68 Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69 Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70 Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)
II. AVES (Burung)
71 Accipitridae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)
72 Aethopyga exima Jantingan gunung
73 Aethopyga duyvenbodei Burung madu Sangihe
74 Alcedinidae Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)
75 Alcippe pyrrhoptera Brencet wergan
76 Anhinga melanogaster Pecuk ular
77 Aramidopsis plateni Mandar Sulawesi
78 Argusianus argus Kuau
79 Bubulcus ibis Kuntul, Bangau putih
80 Bucerotidae Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
81 Cacatua galerita Kakatua putih besar jambul kuning
82 Cacatua goffini Kakatua gofin
83 Cacatua moluccensis Kakatua Seram
84 Cacatua sulphurea Kakatua kecil jambul kuning
85 Cairina scutulata Itik liar
86 Caloenas nicobarica Junai, Burung mas, Minata
87 Casuarius bennetti Kasuari kecil
88 Casuarius casuarius Kasuari
89 Casuarius unappenddiculatus Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning
90 Ciconia episcopus Bangau hitam, Sandanglawe
91 Colluricincla megarhyncha Burung sohabe coklat
92 Crocias albonotatus Burung matahari
93 Ducula whartoni Pergam raja
94 Egretta sacra Kuntul karang
95 Egretta spp. Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)
96 Elanus caerulleus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
97 Elanus hypoleucus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
98 Eos histrio Nuri Sangir
99 Esacus magnirostris Wili-wili, Uar, Bebek laut
100 Eutrichomyias rowleyi Seriwang Sangihe
101 Falconidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)
102 Fregeta andrewsi Burung gunting, Bintayung
103 Garrulax rufifrons Burung kuda
104 Goura spp. Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
105 Gracula religiosa mertensi Beo Flores
106 Gracula religiosa robusta Beo Nias
107 Gracula religiosa venerata Beo Sumbawa
108 Grus spp. Jenjang (semua jenis dari genus Grus)
109 Himantopus himantopus Trulek lidi, Lilimo
110 Ibis cinereus Bluwok, Walangkadak
111 Ibis leucocephala Bluwok berwarna
112 Lorius roratus Bayan
113 Leptoptilos javanicus Marabu, Bangau tongtong
114 Leucopsar rothschildi Jalak Bali
115 Limnodromus semipalmatus Blekek Asia
116 Lophozosterops javanica Burung kacamata leher abu-abu
117 Lophura bulweri Beleang ekor putih
118 Loriculus catamene Serindit Sangihe
119 Loriculus exilis Serindit Sulawesi
120 Lorius domicellus Nori merah kepala hitam
121 Macrocephalon maleo Burung maleo
122 Megalaima armillaris Cangcarang
123 Megalaima corvina Haruku, Ketuk-ketuk
124 Megalaima javensis Tulung tumpuk, Bultok Jawa
125 Megapoddidae Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)
126 Megapodius reintwardtii Burung gosong
127 Meliphagidae Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)
128 Musciscapa ruecki Burung kipas biru
129 Mycteria cinerea Bangau putih susu, Bluwok
130 Nectariniidae Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)
131 Numenius spp. Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)
132 Nycticorax caledonicus Kowak merah
133 Otus migicus beccarii Burung hantu Biak
134 Pandionidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)
135 Paradiseidae Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)
136 Pavo muticus Burung merak
137 Pelecanidae Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)
138 Pittidae Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)
139 Plegadis falcinellus Ibis hitam, Roko-roko
140 Polyplectron malacense Merak kerdil
141 Probosciger aterrimus Kakatua raja, Kakatua hitam
142 Psaltria exilis Glatik kecil, Glatik gunung
143 Pseudibis davisoni Ibis hitam punggung putih
144 Psittrichas fulgidus Kasturi raja, Betet besar
145 Ptilonorhynchidae Burung namdur, Burung dewata
146 Rhipidura euryura Burung kipas perut putih, Kipas gunung
147 Rhipidura javanica Burung kipas
148 Rhipidura phoenicura Burung kipas ekor merah
149 Satchyris grammiceps Burung tepus dada putih
150 Satchyris melanothorax Burung tepus pipi perak
151 Sterna zimmermanni Dara laut berjambul
152 Sternidae Burung dara laut (semua jenis dari famili Sternidae)
153 Sturnus melanopterus Jalak putih, Kaleng putih
154 Sula abbotti Gangsa batu aboti
155 Sula dactylatra Gangsa batu muka biru
156 Sula leucogaster Gangsa batu
157 Sula sula Gangsa batu kaki merah
158 Tanygnathus sumatranus Nuri Sulawesi
159 Threskiornis aethiopicus Ibis putih, Platuk besi
160 Trichoglossus ornatus Kasturi Sulawesi
161 Tringa guttifer Trinil tutul
162 Trogonidae Kasumba, Suruku, Burung luntur
163 Vanellus macropterus Trulek ekor putih
III. REPTILIA (Melata)
164 Batagur baska Tuntong
165 Caretta caretta Penyu tempayan
166 Carettochelys insculpta Kura-kura Irian
167 Chelodina novaeguineae Kura Irian leher panjang
168 Chelonia mydas Penyu hijau
169 Chitra indica Labi-labi besar
170 Chlamydosaurus kingii Soa payung
171 Chondropython viridis Sanca hijau
172 Crocodylus novaeguineae Buaya air tawar Irian
173 Crocodylus porosus Buaya muara
174 Crocodylus siamensis Buaya siam
175 Dermochelys coriacea Penyu belimbing
176 Elseya novaeguineae Kura Irian leher pendek
177 Eretmochelys imbricata Penyu sisik
178 Gonychephalus dilophus Bunglon sisir
179 Hydrasaurus amboinensis Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon
180 Lepidochelys olivacea Penyu ridel
181 Natator depressa Penyu pipih
182 Orlitia borneensis Kura-kura gading
183 Python molurus Sanca bodo
184 Phyton timorensis Sanca Timor
185 Tiliqua gigas Kadal Panan
186 Tomistoma schlegelii Senyulong, Buaya sapit
187 Varanus borneensis Biawak Kalimantan
188 Varanus gouldi Biawak coklat
189 Varanus indicus Biawak Maluku
190 Varanus komodoensis Biawak komodo, Ora
191 Varanus nebulosus Biawak abu-abu
192 Varanus prasinus Biawak hijau
193 Varanus timorensis Biawak Timor
194 Varanus togianus Biawak Togian
IV. INSECTA (Serangga)
195 Cethosia myrina Kupu bidadari
196 Ornithoptera chimaera Kupu sayap burung peri
197 Ornithoptera goliath Kupu sayap burung goliat
198 Ornithoptera paradisea Kupu sayap burung surga
199 Ornithoptera priamus Kupu sayap priamus
200 Ornithoptera rotschldi Kupu burung rotsil
201 Ornithoptera tithonus Kupu burung titon
202 Trogonotera brookiana Kupu trogon
203 Troides amphrysus Kupu raja
204 Troides andromanche Kupu raja
205 Troides criton Kupu raja
206 Troides haliphron Kupu raja
207 Troides helena Kupu raja
208 Troides hypolitus Kupu raja
209 Troides meoris Kupu raja
210 Troides miranda Kupu raja
211 Troides plato Kupu raja
212 Troides rhadamantus Kupu raja
213 Troides riedeli Kupu raja
214 Troides vandepolli Kupu raja
V. PISCES (Ikan)
215 Homaloptera gymnogaster Selusur Maninjau
216 Latimeria chalumnae Ikan raja laut
217 Notopterus spp. Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)
218 Pritis spp. Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)
219 Puntius microps Wader goa
220 Scleropages formasus Peyang malaya, Tangkelasa
221 Scleropages jardini Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso
VI. ANTHOZOA
222 Anthiphates spp. Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)
VII. BIVALVIA
223 Birgus latro Ketam kelapa
224 Cassis cornuta Kepala kambing
225 Charonia tritonis Triton terompet
226 Hippopus hippopus Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
227 Hippopus porcellanus Kima Cina
228 Nautilus popillius Nautilus berongga
229 Tachipleus gigas Ketam tapak kuda
230 Tridacna crocea Kima kunia, Lubang
231 Tridacna derasa Kima selatan
232 Tridacna gigas Kima raksasa
233 Tridacna maxima Kima kecil
234 Tridacna squamosa Kima sisik, Kima seruling
235 Trochus niloticus Troka, Susur bundar
236 Turbo marmoratus Batu laga, Siput hijau


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Satwa Dilindungi Seri Aves dan Mamalia. BKSDA: Jakarta.
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2001. Atlas Flora dan Fauna Indonesia. Grasindo: Jakarta.
M.B.Kurniawan, Bayu Pratama. 2010. Mengenal Hewan dan Tumbuhan Asli Indonesia. Cikal Aksara: Jakarta.
Wikipedia. 2011. Taman Margasatwa. www.wikipedia.com. Diakses Pada Tanggal 1 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar