Sabtu, 08 Oktober 2011

makalah undang-undang pendirian peternakan

BAB I
PENDAHULUAN
Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam makanan yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani. Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk di kembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, mendorong seseorang untuk mendirikan suatu perusahaan peternakan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budidaya ternak.
Perusahaan peternakan sendiri adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat. Sedangkan Perusahaan di bidang Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi perusahaan pemotongan, pabrik pakan dan perusahaan perdagangan sarana produksi peternakan.
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan peternakan perlu di kembangkan wawasan dan paradigma baru di bidang peternakan agar investasi ,inovasi, dan pemberdayaan dalam bidang peternakan terus berlanjut dan meningkat sehingga meningkatkan daya saing dan kesetaraan dengan bangsa lain yang lebih maju.
Sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah di bidang penyederhanaan perizinan dan pendaftaran usaha peternakan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya meskipun banyak alasan yang lainnya. Oleh karena itu semua kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan harus atau selalu diarahkan dalam pencapaian kestabilan kelangsungan hidup dan perkembangan usaha. Salah satu usaha yang ditempuh oleh perusahaan adalah dengan melakukan suatu investasi baru atau pendirian usaha baru. Pendirian usaha baru ini dilakukan oleh perusahaan karena adanya faktor peluang usaha maupun peluang pasar yang masih terbuka lebar. Dalam bidang perternakan peluang tersebut masih terbuka lebar. “Demokratisasi dalam liberalisasi yang melanda bidang politik dan ekonomi ditanah air berimbas pula pada bisnis perunggasan. Peraturan-peraturan yang selama ini dinilai menghambat investasi dicabut semua. Kini pemerintah hanya akan memainkan peran sebagai fasilitator saja” (Trobos, 2000:5). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Dirjen Peternakan, Dr. Drh. Sofjan Sudradjad, MS (2000:6)
“… Anggaran pemerintah untuk pembangunan peternakan sekarang semakin mengecil sehingga yang diusahakan adalah mendongkrak investasi dari swasta”. Seperti yang dinyatakan oleh Darmono, (1993) bahwa kebutuhan daging yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia semakin meningkat tiap tahun. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, kesejahteraan dan kesadaran akan pentingnya gizi bagi pertumbuhan dan kesehatan. Penyediaan daging sapi semakin menurun setiap saat, karena populasi ternak sapi masih relatif rendah.
Menurut Fadilah 2006, Setiap usaha, baik pembibitan maupun komersial, harus memilki izin usaha, jenjang perizinan di tingkat pemerintah disesuaikan dengan skala usaha ayam tersebut. Tahapan proses perizinan dimulai dari surat persetujuan lingkungan masyarakat sekitar usaha rekomandasi dari desa. izin prinsip dari pemerintah kota / kabupaten izin mendirikan bangunan. Surat izin usaha dan surat izin gangguan atau HO. Izin itu di ajukan kepada gubernur, wali kota, atau bupati di lokasi usaha ayam yang akan di bangun. Insan (2009), menyatakan bahwa lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang. Lingkungan disekitar usaha peternakan adalah salah satu faktor terpenting dalam usaha dan menjadi jaminan kesuksesan usaha tersebut. Pendekatan terhadap lngkungan masyarakat sangat penting sehingga bisa mendukung usaha peternakan ayam dan memberikan izin memberikan usaha ayam yang baik. Untuk ayam pembibitan maupun ayam broiler komersial. Pemberian izin masyarakat di lingkungan calon lokasi peternakan merupakan awal dari proses perizinan berikutnya. (Fadila, 2006).


















BAB III
PEMBAHASAN

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.
Perusahaan di bidang Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi perusahaan pemotongan, pabrik pakan dan perusahaan perdagangan sarana produksi peternakan. Yang telah di tetapkan dalan rancangan Undang-Undang nomor 1 ayat 15 tahun 2009
“ perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun badan yang bukan badan hukum, yang di dirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republic Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan criteria dan skala tertentu”
sedangkan usaha dalam bidang peternakan adalah segala sesuatu yang di hasilkan (produk) dan jasa penunjang usaha budidaya ternak. Yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 1 ayat 16 tahun 2009
“ usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak”
Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen.yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 29 ayat 1 tentang
“ budidaya ternak dapat di lakukan oleh peternak, perusahaan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus “
Jenis ternak dan atau jumlah ternak tertentu merupakan syarat dalam pendirian suatu perusahaan peternakan melebihi ketetapandalam persetujuan prinsip akan mempengaruhi dalam pembuatan izin usaya. Sedangkan jenis dan usaha ternak di bawah skala usaha usaha tertentu di berikan tanda daftar usaha peternakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 29 ayat 2 tahun 2009.
“ peternak yang melakukan budidaya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di bawah skala usaha tertentu di berikan tanda daftar usaha peternakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota”
Dan Undang-Undang no 29 ayat 3,
“perusahaan peternakan yang melakukan budidaya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di atas skala usaha tertentu wajib memiliki izin usaha peternakan dari pemerintah daerah kabupaten/kota”
Dalam suatu pendirian perusahaan peternakan wajib adanya izin usaha.
Pedoman perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi aparatur yang bertugas dibidang pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan usaha peternakan di Kabupaten / Kota dengan tujuan untuk mempermudah dan memberikan kepastian usaha dibidang peternakan.
Setiap Perusahaan Peternakan yang dalam skala usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada lampiran 1 keputusan ini wajib memenuhi ketentuan di bidang perizinan usaha yang meliputi :
A. Persetujuan Prinsip
a. Persetujuan Prinsip diberikan kepada pemohon izin usaha peternakan untuk dapat melakukan kegiatan persiapan fisik dana administrasi termasuk periinan terkait antaralain Izin Lokasi /HG /sesuai dengan ketentuan yang berlaku ,Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Tempat Usaha/HO ,Izin Tenaga Kerja Asing, Izin Pemasangan Instalasi serta peralatan yang diperlukan, serta membuat Upaya Kelestarian Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan(UKL/UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Permohonan Persetujuan Prinsip disampaikan kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya sesuai kewenangan dengan menggunakan Formulir ModelIUPm-I.
c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya selambat- lambatnya dalam waktu 20 hari kerja atau jangka waktu yang ditetapkan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya, sejak diterimanya permohonan secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima telah memberikan persetujuan prinsip dengan menggunakan FormuliUPm-I.1 atau menolaknya dengan Formulir ModelIUPi-II.
d. Persetujuan Prinsip dapat diubah satukali berdasarkan permohonan pihak pemohon dengan menggunakan Formulir ModelIUPiI.1.2serta mengikuti ketentuan pada huruf ”c” diatas.
e. Persetujuan atau penolakan permohonan terhadap Persetujuan Prinsip diberikan dengan menggunakan Formulir ModelIUPi-I atau ModelIUPi-II.
f. Persetujuan Prinsip berlaku selama jangka waktu 1(satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 kali selama satu tahun.
g. Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip ,Perusahaan Peternakan wajib menyampaikan laporan kemajuan kegiatannya setiap6(enam) bulan sekali dengan menggunakan Formulir ModelIUPm-III kepada Bupati / Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
B. Pemberian Izin Usaha
a. Setiap orang atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan usaha peternakan wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya sesuai kewenangannya.
b. Untuk memperoleh Izin Usaha Permohonan tersebut harus memperoleh Persetujuan Prinsip lebih dahulu.
c. Jangka waktu berlakunya izin usaha peternakan ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya dan berlaku untuk seterusnya selama perusahaan peternakan yang bersangkutan melakukan kegiatan usahaya.

C. Permohonan Izin Usaha Peternakan
a. Izin usaha peternakan diberikan kepada Pemohon yang telah memiliki Persetujuan Prinsip dan siap melakukan kegiatan produksi, termasuk untuk memasukkan ternak.
b. Permohonan Izin Usaha Peternakan ditujukan kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya selambat-lambatnya dalam waktu 20 hari kerja saat diterimanya permohonan izin dimaksud secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima telah melakukan pemeriksaan kesiapan perusahaan untuk berproduksi sesuai dengan pedoman cara budidaya yang baik.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf ”c” tidak dilaksanakan, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan telah memenuhi pedoman cara budidaya yang baik dan telah siap melakukan kegiatan produksi kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
e. Selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja atau waktu yang ditetapkan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf ”c” atau pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf ”d” yang dibuktikan dengan tanda terima, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya mengeluarkan Izin Usaha Peternakan dengan menggunakan formulir Model IUPi-IV atau menundanya dengan menggunakan formulir Model IUPi-II;
f. Penundaan pemberian Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud dalam huruf ”e” dilakukan apabila pemohon belum memiliki/memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :
a) Persetujuan Prinsip; dan atau
b) Good Farming Practice; dan atau
c) Upaya Kelestarian lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).
g. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf ”f” Perusahaan Peternakan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun atau waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya sejak menerima surat penundaan;
h. Apabila kesempatan untuk melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf ”g” tidak dipenuhi maka permohonan Izin Usaha Peternakan ditolak dengan menggunakan formulir Model IUPi-II.
i. Apabila pemohon sudah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf ”h”, maka Izin Usaha Peternakan diberikan dengan menggunakan formulir model IUPi-IV.1.
j. Penolakan pemberian Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud dalam huruf ”h” dilakukan apabila lokasi kegiatan peternakan tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip
k. Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf ”j” oleh Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan sesuai kewenangannya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat penolakan yang dibuktikan dengan tanda terima, pemohon dapat mengajukan permohonan banding kepada Bupati/walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan.
D. Izin Perluasan Usaha
a. Perusahaan Peternakan yang telah memiliki Izin Usaha Peternakan dapat melakukan perluasan kegiatan usahanya setelah memperoleh Izin Perluasan Usaha.
b. Tata cara permohonan dan pemberian izin Perluasan secara mutates mutandis berlaku ketentuan sebagaimana telah diatur dalam tata cara pemberian izin usaha peternakan.
c. Persetujuan perluasan tersebut pada huruf ”a” tidak diperlukan bagi Perusahaan Peternakan yang menambah jumlah ternak tidak melebihi 30% dari jumlah ternak yang diizinkan dalam Izin Usaha Peternakan.
d. Dalam hal perluasan tersebut pada huruf ”b” disetujui, maka Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya sesuai kewenangannya mengeluarkan izin perluasan dengan menggunakan formulir modelIUPi-IV.2.
Izin usaha peternakan yang tercantum dalam Undang-Undang no 29 ayat 4 tahun 2009
“ peternak, perusahaan peternakan dan pihak tertentu yang mengusahakan ternak dengan skala usaha tertentu wajib mengikuti tata cara budi daya ternak yang baik dengan tidak menggangu ketertiban umum sesuai dengan pedoman yang di tetapkan oleh menteri”
Sedangkan pemerintah sendiri wajib melindungi suatu usaha peternakan dalam negeri dari persaingan dagang yang tidak sehat yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 29 ayat 5 tahun 2009.
“ pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelakunya”
Dapat di jelaskan dalam Undang-Undang no 60 ayat 1 tentang
“setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh nomor control veteriner kepada pemerintah daerah provinsi berdasarkan pedoman yang di tetapkan oleh menteri”
Yang di maksud dengan “nomor control veteriner” adalah nomor regristrasi unit usaha produk hewan sebagai bukti telah terpenuhinya persyaratan hygiene dan sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan produk hewan.
Bagi unit usaha produk hewan yang mengedarkan produk hewan segar di seluruh Negara kesatuan republic Indonesia atau memasukan dari dalam wilayah Negara kesatuan repoblik Indonesia dan/atau mengeluarkan ke luar wilayah Negara kesatuan republik Indonesia wajib memiliki NVK.
Tahapan-tahapan dalam mendirikan suatu usaha secara umum adalah sebagai berikut.
1. Mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati dengan syarat-syarat di bawah ini.
Mengisi formulir surat rekomendasi yang ditujukan untuk walikota/bupati setempat. Dalam formulir surat rekomendasi tersebut, terdapat beberapa data yang harus diisi yaitu sebagai berikut.
• Data pemohon meliputi nama, pekerjaan dan alamat calon pemilik usaha.
• Data tanah meliputi luas tanah (dalam m2), lokasi (kelurahan dan kecamatan), alamat, jenis tanah (darat/sawah), status tanah (tanah sertifikat/akta jual beli/sewa/kontrak), kondisi fisik (tanah kosong/ada bangunan) serta kondisi tanah tersebut saat ini (sudah/belum dibangun).
Kelengkapan-kelengkapan lainnya, meliputi hal-hal di bawah ini.
• Foto kopi KTP
• Foto kopi tanda lunas PBB
• Foto kopi NPWP
• Jika berbadan usaha melampirkan Akte Pendirian Perusahaan
• Bukti kepemilikan tanah
• Gambar situasi
• IMB yang sudah ada bangunan/IMB lama
• Surat ijin tetangga diatas segel Rp. 6000 diketahui Lurah dan Camat
• Surat kuasa apabila dikuasakan diatas materai Rp. 6000
2. Mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq. Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan
3. Mengajukan Permohonan Izin Gangguan
4. Mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan mematuhi ketentuan teknis
5. Membuat Tanda Daftar Industri (TDI).
Setelah calon pemilik usaha memenuhi syarat-syarat tersebut, maka selanjutnya adalah calon pemilik mengajukan seluruh syarat permohonan pendirian usaha ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.



Alur Proses Kegiatan Pelayanan Perizinan Usaha Peternakan


Gambar 3.1 Alur Proses Kegiatan Pelayanan Perizinan Usaha Peternakan



Selain tentang perizinan untuk mendirikan suatu perusahaan peternakan perlu di perhatiakan juga tata ruang dan lokasi dalam penentuan suatu perusahaan peternakan.
1. Lokasi adalah tempat kegiatan peternakan beserta sarana pendukungnya dilahan tertentu yang tercantum dalam izin usaha peternakan. Seperti yang di sebutkan dala Undang-Undang no5 ayat 1
“penyediaan lahan sebagai mana di maksud dalam pasal 4 di masukan ke dalam tata ruang wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
“Dimana untuk menjamin kepastian terselenggaranya peternakan dan kesehatan hewan di perlukan penyediaan lahan yang memenuhi persyaratan teknis peternakan dan kesehatan hewan” Undang-Undang nomor 4.
Yang di maksud dengan lahan yang memenuhi persyaratan teknis adalah hamparan tanah yang sesuai dengan keperluan budi daya ternak antara lain ,tersedianya sumber air, topografi, agroklimat, dan bebas dari bakteri pathogen yang membahayakan ternak.
2. Air
Dimana air adalah sumber utama kehidupan makhuk hidup dan merupakan persyaratan umum dalam pendirian perusahaan peternakan. Tercantum dalam Undang-Undang no 7 ayat 1
“air yang di gunakan untuk kepentingan peternakan dan kesehatan hewan harus memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan peruntukanya”
Dan ayat 2
“apabila ketersediaan air terbatas pada suatu waktu dan kawasan , kebutuhan air untuk hewan perlu di prioritaskan setelah kebutuhan masyarakat terpenuhi”
Ketentuan persyaratan baku mutu air di maksudkan untuk menjamin mutu, keamanan pangan asal hewan dan kesehatan ternak yang di budidayakan , serta menghindari cemaran mikroba dan bahan kimia pada produk hewan.
3. Sumber Daya Genetik
Sumber daya genetic merupakan hal yang paling utama dalam pendirian suatu usaha peternakan yang tercantum dalam Undang-Undang peternakan pasal 8 ayat 3 “ sumber daya genetic di kelola melalui kegiatan pemanfaatan dan pelestarianya”
4. Benih, bibit dan bakalan
Benih, bibit dan bakalan merupakan sumber utama dalam suatu pendirian perusahaan peternakan yang tercantum daam Undang-Undang peternakan pasal 13 ayat 2 “ pemeintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih,bibit dan/atau bakalan “
5. Pakan
Pasal 19 ayat 1 “ setiap orang yang melakukan budidaya ternak wajib mencukupi kebutuhan pakan dan kesehatan ternaknya “
Yang di maksud pakan meliputi bahan pakan, pakan konsentrat, tumbuhab pakan, imbuhan pakan, pelengkap pakan, pakan olahan dan bahan lain yang dapat di gunakan sebagai pakan ternak.
6. Panen, Pasca panen , Pemasaran, dan Industri pengolahan hasil peternakan.
Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 34 ayat 1 “peternak dan perusahaan peternakan melakukan tata cara panen yang baik untuk mendapatkan hasil produksi dengan jumlah dan mutu yang tinggi”





Bab XII
Sanksi administrative
Pasal 85
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1), pasal 11 ayat (1), pasal 13 ayat (4), pasal 15 ayat (3), pasal 18 ayat (2), pasal 19 ayat (1), pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), pasal 23, pasal 24 ayat (2), pasal 25 ayat (1) ,pasal 29 ayat (3), pasal 42 ayat (5), pasal 45 ayat (1), pasal 47 ayat (1) atau ayat (3), pasal 50 ayat (3), pasal 51 ayat (2), pasal 52 ayat (1), pasal 54 ayat ( 3), pasal 58 ayat (5), pasal 59 ayat (2), pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), pasal 62 ayat (2) atau ayat (3), pasal 69 ayat (2), dan pasal 72 ayat (1)dikenai sanksi administrative.
(2) Sanksi administrative sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) dapat berupa;
a. Peringatan secara tertulis.
b. Penghentian sementara dari kegiatan ,produksi, dan/atau peredaran.
c. Pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan obat hewan, pakan,alat dan mesin,atau produk hewan dari peredaran.
d. Pencabutan izin; atau
e. Pengenaan denda.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrative sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d di atur dengan peraturan pemerintah.
(4) Besarnya denda sebagaimana yang di maksud pada huruf e di kenakan kepada setiap orang yang ;
a. Menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif paling sedikit sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) ;
b. Menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) ;dan
c. Melanggar selain sebagaimana di maksud pada huruf a dan huruf b paling sedikit Rp 5.000.000,00(lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(5) Besarnya denda sebagaimana di maksud pada ayat (4) di tambah 1/3 (sepertiga) dari denda tersebut jika pelanggaran sebagaimana di maksud pada ayat (1) di lakukan oleh pejabat yang berwenag atau korporasi.
Pasal 89
(2) setiap orang yang mengeluarkan dan/atau memasukan hewan, produk hewan , atau media pembawa penyakit hewan lainya ke dalam wilayah bebas dari wilayah tertular sebagaimana di maksud dalam pasal 46 ayat (5), pasal 59 ayat (5), dan 60 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
















BAB IV
KESIMPULAN

1. Undang-Undang pasal 1 ayat (15)
“ perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun badan yang bukan badan hukum, yang di dirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republic Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan criteria dan skala tertentu”
2. Dari rancangan Undang-Undang tahun 2009 bahwa pendirian perusahaan peternakan sudah di atur dalam Undang-Undang nomor 29 ayat 4
“peternak, perusahaan peternakan, dan pihak tertentu yang mengusahakan ternak dengan skala usaha tertentu wajib mengikuti tata cara budi daya ternak yang baik dengan tidak menggangu ketertiban umum sesuai dengan pedoman yang di tetapkan oleh menteri”
3. Persyaratan pendirian persahaan peternakan adalah adanya izin usaha, lahan atau lokasi dan air yang tercantum pada Undang-Undang pasal 4;
“ untuk menjamin terselenggaranya peternakan dan kesehatan hewan di perlukan penyediaan lahan yang memenuhi persyaratan teknis peternakan dan kesehatan hewan”
Undang-Undang pasal 7 ayat (1)
“ air yang di gumnakan untuk kepentingan peternakan dan kesehatan hewan harus memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan peruntukanya”
4. Tindakan pidana yang melanggar pasal-pasal mengenai pendirian perusahaan peternakan telah di sebutkan dalam pasal 85 ayat (1),(2),(3),(4),(5) dan pasal 89 ayat (2).





DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Studi kelayakan pendirian usaha peternakan http://skripsi-ilmiah .blogspot.com/2011/02/analisa-kelayakan-rencana-pendirian.html diakses pada 03 September 2011 pukul 20.45
Anonim, peluang pendirian usaha peternakan http://gallery4lrozz.wordpress.com/2011/04/06/laporan-peternakan-pt-ciomas-bab-ii-dan-iii/ diakses pada 03 September 2011 pukul 21.10 WIB.
Anonim, Teori pendiririan Usaha peternakan http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Qi5JDiUIAlMJ:www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/44141504200910551.rtf+teori+pendirian+usaha+peternakan&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a/ diakses pada 03 September 2011 pukul 20.35 WIB.
Fadillah. R, 2006. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar