Rabu, 30 Maret 2011

KESEHATAN TERNAK

BAB I. KESEHATAN TERNAK


I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ayam merupakan komoditi peternakan yang memiliki kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat pada umumnya. Seiring degan pesatnya pertumbuhan industri perunggasan khususnya ayam petelur, secara otomatis memerlukan perbaikan dan pengembangan menejemen untuk keberhasilan suatu usaha peternakan ayam petelur.
Keberhasilan suatu usaha peternakan ditentukan oleh tiga faktor yaitu bibit, pakan, dan tatalaksana pemeliharaan. Tatalaksana pengendalian penyakit adalah faktor penting yang terkait langsung dengan pelaku usaha peternakan, pada kenyataan dilapang faktor tersebut cenderung mendapatkan perhatian yang kurang. Namun demikian dapat dilihat kenyataan dilapangan bahwa tatalaksana pengendalian penyakit yang benar dalam peternakan ayam memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan usaha peternakan ayam. Ayam yang terkena penyakit sangat menurun produktifitasnya bahkan penyakit yang menular dapat mengakibatkan kematian ayam yang tinggi, dan akhirnya akan merugikan suatu usaha peternakan ayam. Bahkan menurut Murtidjo (1992) kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan penyakit bukan hanya kematian, tetapi juga pertumbuhan ayam lambat, produksi telur turun bahkan tidak berproduksi sama sekali.
Menurut sifatnya penyakit dapat dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular, untuk penyakit menular lebih baik dilakukan pencegahan daripada pengobatan, maka untuk itu dibutuhkan serangkaian kegiatan pencegahan dalam usaha pengendalian penyakit yaitu pencegahan dan penanganan penyakit. Suatu usaha peternakan khususnya ayam, hendaknya mengoptimalkan tata laksana pengendalian penyakit didalam tatalaksana pemeliharaanya, sehingga dihasilkan produk-produk peternakan yang lebih baik.
B. Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat membedakan ayam yang sakit dan sehat
C. Waktu dan Tempat
Praktikum acara Kesehatan Ternak dilaksanakan di minifarm Fakultas Pertanian UNS, Jatikuwung Karanganyar, pada hari Sabtu tanggal 26 Maret 2011 dimulai pada jam 09.00 – 12.40.
II. Tinjauan Pustaka
Pengendalian penyakit ayam, pengertian dan ruang lingkupnya. Dalam usaha peternakan ayam dikenal ada tiga perangkat utama yang menentukan kesuksesan usaha yaitu penggunaan bibit unggul, pemberian ransum yang bermutu, pelakasanaan tata laksana secara efisien, dan pengendalian penyakit secara benar dan tepat (Sudarmono, 2003).
Penyakit ayam merupakan kendala utama pada peternakan intensif di lingkungan tropis seperti di Indonesia. karena dapat menurunkan produksi, seperti pada kelompok penyakit pernafasan. (Murtidjo 1992)
Disisi lain penyakit unggas yang sifatnya menular jika sudah terlanjur menjangkiti akan dapat menurunkan produksi, bahkan akan menjadikan usaha peternakan tersebut bangkrut (Sudaryani, 2003).
Sakit adalah kondisi yang menunjukkan adanya ganguan fisiologis yang dinyatakan dengan gangguan sistem dalam tubuh dan dapat terlihat dengan lemahnya tubuh, gejala gejala klinis serta tidak dapat berproduksi secara optimal (Trisunuwati, Indrati, dan Masdiana, 2006).
Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan atau pengobatan pada ternak yang sakit. Namun demikian usaha pencegahan dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan ( Jahja dkk, 1993).
III. Materi dan Metode
A. Materi
a. Ayam hidup
b. Pinset
c. Pisau
d. gunting
e. Tissue
f. Jarum pentul
g. Kapas
h. Ether
B. Metode
a. Kapas diberi ether kemudian ditempelkan pada hidung ayam sampai ayam pingsan
b. Setelah pingsan, ayam kemudian dibelah bagian perut, sayap difiksasi terlebih dahulu
c. Ayam yang telah dibelah kemudian diamati organ-organnya
d. Tiap organ diamati bentuk dan warnanya normal atau tidak
e. Pencatatan hasil pengamatan

IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Tabel 1. Pengamatan Eksterior
Nama Organ Kondisi/keadaan Penyakit
Mata Tidak jernih,kekuningan,ada berak hitam -
Hidung Warna hitan dan tidak berlendir -
Bulu tubuh Hitam abu-abu -
Kaki Sempoyongan ND
Gerakan Diam / tidak lincah -
Mulut Berlendir -

Sumber : Laporan Sementara
B. Pembahasan
Pada pengamatan organ dalam yang dilakukan, lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, pankreas, hati, empedu, ginjal dan limpa bentuk dan warnanya normal dan tidak mengalami kelainan atau terserang penyakit. Sedangkan pada duodenum, usus halus dan usus besar ditemukan adanya cacing yang disebut dengan cacing gelang yang dikenal dengan penyakit askariosis. Pada ceca ditemukan adanya cacing yang disebut dengan cacing gelang yang terdapat pada usus halus.

Gambar 1.lidah
Lidah berfungsi untuk membantu menelan makanan yang berwarna merah muda seperti daging. Kelenjar saliva mengeluarkan sejenis mukosa yang berfungsi sebagai pelumas makanan untuk mempermudah masuk ke esophagus.


Tenggorokan merupakan saluran yang merupakan jalan pernafasan. Fungsi tenggorok yaitu menyalurkan oksigen dari hidung menuju paru-paru.
Kerongkongan merupakan saluran memanjang berbentuk seperti tabung yang merupakan jalan makanan dari mulut sampai permulaan tembolok dan perbatasan pharynx pada bagian atas dan proventrikulus bagian bawah. Fungsi kerongkongan adalah menyalurkan makanan ke tembolok.

Gambar 2. Tembolok
Tembolok mempunyai bentuk seperti kantong atau pundi-pundi yang merupakan perbesaran dari kerongkongan dan berwarna krem (coklat muda). Pada bagian dindingnya terdapat banyak kelenjar mukosa yang menghasilkan getah, berfungsi untuk melembekan makanan. Tembolok berfungsi menerima dan menyimpan makanan untuk semantara sebelum masuk ke proventrikulus.
Proventrikulus merupakan perbesaran terakhir dari kerongkongan dan juga merupakan lambung sejati. Proventrikulus merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis karena dindingnya mensekresikan asam klorida (HCl), pepsin dan getah lambung yang berguna mencerna protein.

Gambar 2.Usus halus dan Usus besar
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Usus halus berfungsi sebagai tempat mencerna protein dan karbohidrat. Pada pengamatan yang dilakukan ditemukan cacing dalam usus halus yang disebut dengan cacing gelang yang dikenal dengan penyakit askariosis. Ascaridia galli adalah parasit cacing gilik yang paling banyak dijumpai pada peternakan unggas (ayam) dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar setiap tahun. Penyakit ini sering dijumpai pada ayan buras karena jenis ayam ini dipengaruhi oleh cara pemeliharaan secara tradisional.

Gambar . Cacing Gelang
Cacing ini menyebabkan keradangan dibagian usus yang disebut hemorragie. Larva cacing ini berukuran sekitar 7 mm dan dapat ditemukan dalam selaput landir usus. Parasit ini juga dapat ditemukan di bagian albumen dari telur ayam yang terinfeksi. Cacing ini tinggal di dalam usus halus berwarna putih, bulat, tidak bersegmen,dan panjangnya sekitar 6-13 cm. Cacing tersebut biasanya menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi terjadi di dalam lapisan mukosa usus yang menyebabkan pendarahan (enteritis hemoragi). Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrien sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Berat badan dan produksi telur menurun, pada infestasi berat terjadi kematian, penyumbatan usus atau diare. Penularan cacing tersebut biasanya melalui pakan, air minum, litter/bahan lain yang tercemar oleh feses yang mengandung telur infektif. Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan yang ditimbulkan Ascaridia galli. Daur hidup askaridia pada ayam berlangsung selama 35 hari. Telur cacing akan keluar lewat tinja ayam dan menjadi mudigah (mencapai stadium larva) pada alas kandang. Telur cacing di alas kandang menjadi infektif (tertunatas) dalam waktu 5 hari. Panas optimum tunas adalah 320-340 C. Sewaktu ayam sedang makan, telur infektif tertelan yang kemudian menetas di dalam perutnya. Larva cacing melewati usus dan pindah ke salaput lendir. Periode perpindahan mungkin terjadi antara 10-17 hari dalam perkembangannya. Panjang cacing jantan 50-76 mm, betina 72-116 mm. Cacing ini mempunyai tiga bibir. Telurnya tak bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin, berukuran 73-92 x 45-57 mikron. Pengendalian terhadap cacing ini dapat dilakukan dengan mencegah investasi cacing ini dan membatasi populasi lalat dalam kandang sebagai pembawa sifat. Pengendalian harus diupayakan dengan penggabungan antara pengobatan dan tatalaksana kandang.



Gambar 5. Usus Buntu
Usus buntu (ceca) terlatak di antara usus halus dan usus besar yang pada kedua ujungnya buntu. Fungsi utama ceca secara jelas belum diketahui tetapi di dalamnya terdapat sedikit pencernaan karbohidrat dan protein serta absorbsi air. Pada pengamatan yang dilakukan ditemukan adanya cacing pada ceca yang disebut dengan cacing usus buntu (Hiterakis gallinarum). Heterakis gallinarum merupakan cacing yang ditemukan dalam usus buntu. Cacing dewasa berukuran panjang antara 1-1.25 cm. Dampak yang ditimbulkan pada induk semang relatif kecil, tetapi keberadaanya menjadi penting karena peranannya dalam penyebaran penyakit histomoniasis atau kepala hitam. Ciri-ciri ayam yang terserang penyakit ini yaitu pertumbuhan kurang baik, lemah, kurus (berat badan turun). Telur cacing usus buntu keluar bersama tinja dalam waktu dua minggu pada kondisi yang sesuai dengan hidup cacing tersebut akan mencapai tingkat infektif. Apabila telur infektif tertelan oleh induk semang, maka mudigah cacing akan menetas di usus bagian atas. Dalam waktu kurang lebih 24 jam, seluruh cacing muda akan dapat mencapai usus buntu. Cacing muda tersebut akan tetap tinggal di dalam usus buntu setelah pendedahan atau dapat selama 3 hari. Ivestasi cacing pada unggas mungkin pula terjadi lantaran memakan cacing tanah yang sebelumnya makan telur cacing usus buntu yang infektif.

Gambar 2. Pankreas
Pankreas terletak pada lipatan duodenum dan berwarna krem (coklat muda). Pankreas menghasilkan enzim yang mendigesti karbohidrat, lamak dan protein.


Gambar 3. Hati
Hati terletak di antara gizzard dan empedu, berwarna kemerahan yang berfungsi sebagai penawar racun dalam tubuh.


Gambar 6. Empedu
Empedu merupakan cairan berwarna hijau kekuningan yang dikeluarkan oleh hati. Cairan empedu ini berperan dalam mengemulsikan lemak.
Limpa berbentuk agak bundar, berwarna kecoklatan . Fungsi dari limpa diduga sebagai tempat untuk memecah sel darah merah dan untuk menyimpan Fe dalam darah.
Tabel 1. Pengamatan Organ Dalam (Visceral)
Nama Organ Warna Bentuk & Ukuran Penyakit
Lidah Putih kebiru-biruan Runcing,tidak tahan vaksin -
Tenggorokan Putih kekuningan Memanjang -
Kerongkongan Putih kekuningan Memanjang
Tembolok Putih merah muda -
Hati Merah Lobus/lembaran
Jantung Merah marun Bulat oval Askariosis
Empedu Biru Bulat memanjang Askariosis
Lien/limpa Merah Bulat Askariosis
Proventiculus Merah muda Hiterakis
Gizard Merah Segitiga/ V -
Duodenum Putih kemerah-merahan Memanjang -
Usus halus Putih Memanjang -
Usus besar Putih memanjang -
Caeca/usus buntu Putih Memanjang -
Pancreas Merah hati Menyabang
Ginjal Merah keputih-putihan Memanjang
Sumber : Laporan Sementara
C. Pembahasan
Pada pengamatan organ dalam yang dilakukan, lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, pankreas, hati, empedu, ginjal dan limpa bentuk dan warnanya normal dan tidak mengalami kelainan atau terserang penyakit. Sedangkan pada duodenum, usus halus dan usus besar ditemukan adanya cacing yang disebut dengan cacing gelang yang dikenal dengan penyakit askariosis. Pada ceca ditemukan adanya cacing yang disebut dengan cacing usus buntu (Hiterakis gallinarum).
Lidah berfungsi untuk membantu menelan makanan yang berwarna merah muda seperti daging. Kelenjar saliva mengeluarkan sejenis mukosa yang berfungsi sebagai pelumas makanan untuk mempermudah masuk ke esophagus.pada lindah terdapat lendir.
Tenggorokan merupakan saluran yang merupakan jalan pernafasan. Fungsi tenggorok yaitu menyalurkan oksigen dari hidung menuju paru-paru.
Kerongkongan merupakan saluran memanjang berbentuk seperti tabung yang merupakan jalan makanan dari mulut sampai permulaan tembolok dan perbatasan pharynx pada bagian atas dan proventrikulus bagian bawah. Fungsi kerongkongan adalah menyalurkan makanan ke tembolok.
Tembolok mempunyai bentuk seperti kantong atau pundi-pundi yang merupakan perbesaran dari kerongkongan dan berwarna krem (coklat muda). Pada bagian dindingnya terdapat banyak kelenjar mukosa yang menghasilkan getah, berfungsi untuk melembekan makanan. Tembolok berfungsi menerima dan menyimpan makanan untuk semantara sebelum masuk ke proventrikulus.
Proventrikulus merupakan perbesaran terakhir dari kerongkongan dan juga merupakan lambung sejati. Proventrikulus merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis karena dindingnya mensekresikan asam klorida (HCl), pepsin dan getah lambung yang berguna mencerna protein.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Usus halus berfungsi sebagai tempat mencerna protein dan karbohidrat. Pada pengamatan yang dilakukan ditemukan cacing dalam usus halus yang disebut dengan cacing gilik (Ascaridia galli) yang dikenal dengan penyakit askariosis. Ascaridia galli adalah parasit cacing gilik yang paling banyak dijumpai pada peternakan unggas (ayam) dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar setiap tahun. Penyakit ini sering dijumpai pada ayan buras karena jenis ayam ini dipengaruhi oleh cara pemeliharaan secara tradisional. Cacing ini menyebabkan keradangan dibagian usus yang disebut hemorragie. Larva cacing ini berukuran sekitar 7 mm dan dapat ditemukan dalam selaput landir usus. Parasit ini juga dapat ditemukan di bagian albumen dari telur ayam yang terinfeksi. Cacing ini tinggal di dalam usus halus berwarna putih, bulat, tidak bersegmen,dan panjangnya sekitar 6-13 cm. Cacing tersebut biasanya menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi terjadi di dalam lapisan mukosa usus yang menyebabkan pendarahan (enteritis hemoragi). Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrien sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Berat badan dan produksi telur menurun, pada infestasi berat terjadi kematian, penyumbatan usus atau diare. Penularan cacing tersebut biasanya melalui pakan, air minum, litter/bahan lain yang tercemar oleh feses yang mengandung telur infektif. Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan yang ditimbulkan Ascaridia galli. Daur hidup askaridia pada ayam berlangsung selama 35 hari. Telur cacing akan keluar lewat tinja ayam dan menjadi mudigah (mencapai stadium larva) pada alas kandang. Telur cacing di alas kandang menjadi infektif (tertunatas) dalam waktu 5 hari. Panas optimum tunas adalah 320-340 C. Sewaktu ayam sedang makan, telur infektif tertelan yang kemudian menetas di dalam perutnya. Larva cacing melewati usus dan pindah ke salaput lendir. Periode perpindahan mungkin terjadi antara 10-17 hari dalam perkembangannya. Panjang cacing jantan 50-76 mm, betina 72-116 mm. Cacing ini mempunyai tiga bibir. Telurnya tak bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin, berukuran 73-92 x 45-57 mikron. Pengendalian terhadap cacing ini dapat dilakukan dengan mencegah investasi cacing ini dan membatasi populasi lalat dalam kandang sebagai pembawa sifat. Pengendalian harus diupayakan dengan penggabungan antara pengobatan dan tatalaksana kandang.
Usus buntu (ceca) terlatak di antara usus halus dan usus besar yang pada kedua ujungnya buntu. Fungsi utama ceca secara jelas belum diketahui tetapi di dalamnya terdapat sedikit pencernaan karbohidrat dan protein serta absorbsi air. Pada pengamatan yang dilakukan ditemukan adanya cacing pada ceca yang disebut dengan cacing usus buntu (Hiterakis gallinarum). Heterakis gallinarum merupakan cacing yang ditemukan dalam usus buntu. Cacing dewasa berukuran panjang antara 1-1.25 cm. Dampak yang ditimbulkan pada induk semang relatif kecil, tetapi keberadaanya menjadi penting karena peranannya dalam penyebaran penyakit histomoniasis atau kepala hitam. Ciri-ciri ayam yang terserang penyakit ini yaitu pertumbuhan kurang baik, lemah, kurus (berat badan turun). Telur cacing usus buntu keluar bersama tinja dalam waktu dua minggu pada kondisi yang sesuai dengan hidup cacing tersebut akan mencapai tingkat infektif. Apabila telur infektif tertelan oleh induk semang, maka mudigah cacing akan menetas di usus bagian atas. Dalam waktu kurang lebih 24 jam, seluruh cacing muda akan dapat mencapai usus buntu. Cacing muda tersebut akan tetap tinggal di dalam usus buntu setelah pendedahan atau dapat selama 3 hari. Ivestasi cacing pada unggas mungkin pula terjadi lantaran memakan cacing tanah yang sebelumnya makan telur cacing usus buntu yang infektif.
Pankreas terletak pada lipatan duodenum dan berwarna krem (coklat muda). Pankreas menghasilkan enzim yang mendigesti karbohidrat, lamak dan protein.
Hati terletak di antara gizzard dan empedu, berwarna kemerahan yang berfungsi sebagai penawar racun dalam tubuh.
Empedu merupakan cairan berwarna hijau kekuningan yang dikeluarkan oleh hati. Cairan empedu ini berperan dalam mengemulsikan lemak.
Limpa berbentuk agak bundar, berwarna kecoklatan . Fungsi dari limpa diduga sebagai tempat untuk memecah sel darah merah dan untuk menyimpan Fe dalam darah.

Kesimpulan
A. Ascaridia galli adalah parasit cacing gilik yang paling banyak dijumpai pada peternakan unggas
B. Cacing gelang tinggal di dalam usus halus berwarna putih, bulat, tidak bersegmen,dan panjangnya sekitar 6-13 cm.
C. Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrien sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan produksi telur menurun
D. Heterakis gallinarum merupakan cacing yang ditemukan dalam usus buntu.
E. Ciri-ciri ayam yang terserang penyakit Heterakis yaitu pertumbuhan kurang baik, lemah, kurus (berat badan turun).




























DAFTAR PUSTAKA

Jahja dan Retno. 1993. Petunjuk Mendiagnosa Penyakit Ayam. Medion. Bandung
Murtidjo, Bambang Agus, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Kanisius . Yogyakarta.
Sudarmono,A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya . Jakarta.
Sudaryani,T. dan H. Santosa. 2003. Pembibtan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta
Trisunuwati, P.,Indarti R., Masdiana., 2006. Penuntun Praktikum Epidemologi. Laboratorium Epidemiologi Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.






BAB II.VAKSINASI


I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pencegahan penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksin merupakan salah satu diantara berbagai cara yang efektif untuk melindungi individu terhadap serangan macam berbagai jenis penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu usaha agar hewan yang divaksinasi memiliki daya kebal sehingga terlindung dari serangan penyakit.
Vaksin adalah suatu produk biologis yang berisi sejumlah besar jasad rebik yang diketahui sebagai penyebab suatu penyakit. Daya kerja vaksin adalah spesifik. Oleh karena itu setiap macam penyakit harus dipergunakan vaksin yang bebeda. Vaksin berisikan jasad renik hidup atau yang sudah mati. Vaksinasi adalah suatu tindakan diman hewan sengaja dimasuki agen penyakit yang telah dilemahkan deengan tujuan merangsang pembentukan daya tahan terhadap suatu penyakit tertentu, dan aman untuk tidak menimbulkan penyakit.
Dalam peternakan vaksinasi sangat penting dilakukan agar penularan dan penyebaran penyakit dapat ditanggulangi sehingga ayam tidak banyak yang mati
B. Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat membedakan ayam yang sakit dan sehat
C. Waktu dan Tempat
Praktikum acara Kesehatan Ternak dilaksanakan di minifarm Fakultas Pertanian UNS, Jatikuwung Karanganyar, pada hari Sabtu tanggal 26 Maret 2011 dimulai pada jam 09.00 – 12.40.


II. Tinjauan Pustaka
Vaksin adalah suatu produk hayati yang berasal dari jasad renik (bakteri, virus, toksin dan lain-lain) yang bersifat merangsang pembentukan antibodi. Sedangkan vaksinasi sendiri berarti suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada ayam, agar kebal terhadap serangan suatu penyakit (Murtidjo. 2004).
Cara pemberian vaksin yaitu melalui tetes, suntik/injeksi, melalui air minum, wing-web dan semprot. Melalui tetes yaitu dengan tetes mata, hidung, atau mulut. Melalui injeksi yaitu subcutan/dibawah kulit dan intra muscular/dalam daging atau otot. Melalui air minum adalah dengan mencampur vaksin dengan air minum, agar efektif ternak dipuasakan dahulu selama 2 jam sehingga air mengandung vaksin dapat segera dikonsumsi. Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di daerah leher dengan jarum tidak masuk ke daging melainkan berada diantara daging dan kulit. Dan cara terakhir adalah semprot, cara ini harus dilakukan ketika tidak ada angin sedang berhembus ke kandang, sehingga virus dalam vaksin akan terbang keluar, tidak dihirup oleh ayam. Menurut penelitian terakhir cara inilah yang terbaik (Rasyaf, 2003).
Anak ayam umur 2-16 minggu (mendekati dewasa kelamin) rawan terhadap penyakit Marek's. Walaupun dapat juga menyerang unggas lain seperti puyuh, kalkun dll, namun vaksinasi pasda unggas tersebut tidak lumrah. Ayam dan Kalkun dapat diimunisasi terhadap NCD (Newcastle Disease). Vaksin aktif dengan virus lemah dianjurkan melalui berbagai cara., seperti melalui air minum, tetes mata, tetes hidung, semprot. Sedangkan vaksin inaktif dianjurkan untuk pullet melalui vaksinasi injeksi intramuscular atau subcutan (Jacob, ett. all. 2006).
Antibiotik adalah suatu obat, bukan zat makanan. Jadi pengaruhnya terhadap ransum ternak adalah sekunder. Antibiotik digunakan secara luas dalam ransum unggas dan babi untuk mempertinggi laju dan efisiensi pertumbuhan hewan ternak tersebut. Antibiotik juga digunakan dalam pemberian ransum pada anak sapi, sebelum hewan-hewan tersebut mempunyai rumen yang berkembang sempurna dan dalam beberapa hal telah diberikan pula pada anak sapi yang sedang digemukkan. Akan tetapi penggunaan utama antibiotik adalah pada ransum hewan berlambung satu seperti babi dan unggas dalam konsentrasi yang relatif rendah (Akoso, 2002).
Antibiotik berfungsi untuk membunuh mikroba dalam usus, hal yang paling penting adalah membunuh bakteri patogen. Contoh Antibiotik adalah Pennicillin, Streptomicyn dan Bacitracin (Susanto. 2004).
III. Materi dan Metode
A. Materi
a. Automatic Injection
b. Alat penggores
c. Spuit
d. Kapas
e. Alcohol
f. Vaksin Cacar
g. Vaksin ND
h. Vaksin AI
i. Vitamin, obat dan anti parasit
B. Metode
a. Mempersiapkan Automatic Injection
b. Memasukkan vaksin ke Automatic injection
c. Mempersiapkan ayam yang akan divaksin
d. Menyuntikkan vaksin ke daerah intramuscular dari ayam



IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Tabel 2. Macam –macam vaksin dan Vitamin
Vaksin Dosis Cara pemberian
ND B1 1 tetes Diteteskan pada mata
Mediavocpox 1 gores
1 tetes Gores
Tetes
B Komploek
Biosolamin 2 ml
2 ml Disuntikan

AI Disuntikan
Anti parasit 0,5 ml Disuntikan dibawah kulit/pembuluh darah
Sumber : Laporan Sementara

B. Pembahasan
Pencegahan suatu penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksinasi merupakan salah satu diantara berbagai cara yang efektif untuk emlindungi indidu terhadap serangan berbagai macam penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu usaha agar hewan yang divaksinasi memeiliki daya kebal sehingga terlindung dari serangan penyakit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan: ternak harus sehat, jenis dan tipe vaksin, umur ternak dan cara atau metode dalam melakukan vaksinasi, perlakuan terhadap vaksin dan penanganan ternak sebelum dan setelah vaksinasi. Pada praktikum yang dilakuakn vaksin yang digunakan antara lain : ND (tetes dan injection) dan cacar. Untuk hewan besar diberi vitamin berupa B- complek dan biosolamin.

Gambar . Vaksin ND
Vaksin ND ini digunakan untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada 2 cara yaitu dengan tetes mata dan suntik injeksi intramuskular pada bagian dada. Perbedaan metode vaksin ini dikarenakan perbedaan umur ayam yang akan divaksin. Untuk pemberian vaksin secara tetes Dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan atau pada masa brooding (masa penghangatan) di kandang. Perhatikan jenis/tipe strain vaksin, vaksin dilarutkan sesuai dengan konsentrasi dan dosis yang disyaratkan vaksin harus benar-benar mengenai mukosa mata atau hidung. Pelarut dituangkan ke dalam botol vaksin sehingga terisi 2/3 dari botol tersebut, botol lalu ditutup dan dikocok sampai rata (dengan cara goyangkan dengan arah seperti angka delapan). Selanjutkan teteskan pada mucosa mata atau hidung 1 dosis/ ekor sesuai dengan konsentrasi. Vaksin ND dapat juga diberikan dengan penyuntikan pada intramuscular dada dan sub kutan. Dosis untuk vaksin ND adalah 0,1 ml per ekor dan tidak tergantung dari berat dan umur ayam. Vaksin ini diberikan dalan jangka 1 tahun sekali.

Gambar . vaksin Cacar
Vaksinasi cacar ini sangat berbeda dengan vaksin-vaksin lainnya.pada praktikum pemberian vaksin ini dilakukan dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas dalam satu vial berbentuk cairan emulsi. Petunjuk pemakaian dan dosisnya sama seperti yang dianjurkan vaksindo adalah sebagai berikut:
1. Kocok vaksin sampai emulsinya menjadi rata (homogen) sebelum dipakai.
2. Bentangkan sayap ayam sedemikian rupa sehingga “wingweb”nya terlihat jelas.
3. Celupkan jarum yang tersedia ke dalam vaksin
4. Tusuk wingweb dengan jarum tersebut hingga tembus.
5. Satu dosis vaksin setara dengan 0,01 ml
6. Vaksinasi dilakukan pada ayam umur 4-7 minggu dan dapat diulang pada umur 8-12 minggu.
7. Lima sampai tujuh hari setelah vakinasi akan terjadi kekebalan ditandai dengan terbentuknya sarang pox. Sarang pox akan mengecil dan menghilang setelah 21 hari.(Akoso., 2002)
Selain pemberian vaksinasi pada unggas pada praktikum dilakukan juga pemberian mutiviyamin ke sapi.

Gambar . vaksin antiparasit
Multivitamin yang digunakan adalah B-complex dan biosolamin. Multivitamin B-complek deberikan dengan metode injection pada daerah sub cutan atau intra nuscular. Fungsi dari B-complex adalah untuk metabolisme karbohidrat, asam lemak & protein, imunitas, menambah nafsu makan dan membantu tumbuh kembang. Dosis yang diberikan sekitar 2 ml per ekor. Biosolamin juga dilakukan dengan cara injecrion. Fungsi dari pemberian biosalamin sebagai penguat otot, biasanya ini diberikan pada sapi yang pincang dan habis melahirkan.

V. Kesimpulan
A. Vaksinasi merupakan salah satu diantara berbagai cara yang efektif untuk emlindungi indidu terhadap serangan berbagai macam penyakit tertentu
B. Vaksin yang digunakan adalah ND dan cacar.
C. Vaksin Newcastle Disease diberilan dengan tetes mata dan penyuntikan sedangkan vaksin cacar diberikan dengan cara ditusuk
D. Dosis vaksin Newcastle Diseae 0,3 ml per ekor
E. Multivitamin yang diberikan adalah B-complex dan biosolamin
F. B-complex berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, asam lemak & protein, imunitas, menambah nafsu makan dan membantu tumbuh kembang
G. Biosolamin berfungsi penguat otot

DAFTAR PUSTAKA


Akoso, B. T.2002. Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Indartono, A.S .2005. Manajemen Air Minum Unggas. Poultri Indonesia. Jakarta.
J.P. Jacob, G.D. Butchaer, and F.B. Mather. 2006. Vaccination of Small Poultry Flock . University of Florida, Institute of Food and Agricultural Sciences (UF/IFAS) . Florida.
Murtidjo, Bambang Agus, 1992.Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.
Susanto. 2005. Syarat Desinfektan dan Antibiotik Yang Baik. Poultry Indonesia. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar